Pada tanggal 4 Nopember 2013 KPMD dan Kelembagaan BKAD melakukan studi
lapangan melihat langsung sentra pembuatan slondok puyur di Desa Sumurarum
Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang, dengan maksud dan tujuan mendapatkan
gambaran nyata tentang kegiatan wirausaha dengan memanfaatkan potensi lokal
sehingga diharapkan dapat menginspirasi untuk melakukan hal serupa meskipun
dengan bahan maupun cara yang berbeda bagi kader ataupun kader nanti dapat
menyampaikan kepada masyarakat lainnya. Setelah mendengar paparan tentang hal
ikwal pembuatan slondok, melakukan wawancara dengan menggali dengan berbagai
pertanyaan dengan sistim kelompok tugas masing-masing dan melihat langsung
pembuatan slondok puyur , inilah hasil yang dapat disajikan dari kunjungan
lapangan tersebut adalah sebagai berikut:
- Sejarah Slondok Puyur di Desa Sumurarum
Di Dusun Purwogondo Desa
Sumurarum pada decade tahun 1970
penduduk setempat sudah mengolah krupuk dengan bahan ketela, seperti ceriping,
opak, samier, dll. Namun pada akhir tahun 1970 masyarakat mulai berinovasi
mengolah ketela yang kemudian diberi nama puyur dan berkembang lagi sampai awal
tahun 1980 menjadi slondok. Puyur dan slondok waktu itu masih diproduksi dalam
jumlah kecil, karena masih dikerjakan dengan tenaga manusia saja. Semakin lama
permintaan puyur dan slondok semakin meningkat, sehingga para pengrajin merasa
kuwalahan melayani permintaan pasar. Hal ini memacu kreatifitas seorang
pengrajin yang bernama Bajuri untuk membuat peralatan yang membantu proses
produksi slondok puyur lebih banyak. Sehingga terciptalah dari tangannya
mesin-mesin sederhana dan rak-rak dari bambu yang praktis untuk menaruh
bahan-bahan proses produksi. Karena Bapak Bajuri mempunyai sifat social yang
tinggi sehingga tidak mematenkan hasil kreatifitasnya bahkan siapa saja yang
mau belajar dan ingin membuat alat seperti dirinya akan diberi tahu dan
dibantu. Maka dengan cepat seluruh pengrajin di Dusun Purwogondo, bahkan juga
Dusun dan Desa lain menggunakan alat-alat hasil temuan Pak Bajuri tersebut
sampai sekarang.
Pada tahun 2006 ada permasalahan tentang ketimpangan antar
pembuat puyur dan slondok. Untuk dijelaskan bahwa pengrajin puyur dan slondok
dibagi menjadi 2 yaitu pengrajin puyur dan slondok tawar (belum dibumbui) dan
pembumbu yaitu pengrajin tawar menjual kepada pengepul dan selanjutnya pengepul
membuat bumbu baru dijual dipasar. Ketimpangan tersebut terletak pada hasil,
bahwa pengrajin tawar untuk produksi membutuhkan waktu 8 – 10 hari dengan hasil
keuntungan 400 rupiah per kilogramnya. Sedangkan dari pembumbu dalam waktu 2
jam bisa meraup untung Rp.1.600 per kilogramnya. Akhirnya dengan difasilitasi
oleh pemerintah Kabupaten Magelang terbentuklah klaster slondok puyur. Klaster
slondok puyur ini merupakan naungan bagi pengusaha slondok puyur dalam mencari
bahan baku, kayu bakar, pemasaran dan pengemasan. Diklaster slondok puyur
terdapat + 250 pengrajin yang terdiri dari 170 pengrajin tawar Dn 60
pembumbu
- Bahan baku dan teknik pengolahan produk
Bahan baku slondok puyur
adalah ketela pohon ( singkong ) bahan baku ini biasa didatangkan dari daerah
Grabag sendiri seperti Pakis dan sekitarnya, ini termasuk kualitas bahan baku
paling bagus, kemudian dari Wonosobo, Bahkan sampai juga dikirim dari daerah
Rembang. Harga ketela sampai lokasi berkisar antara Rp.1.000 sd Rp.1.250. Para
pengrajin dalam mendatangkan singkong bisa langsung pesan kepada pedagang
ketela, tetapi kebanyakan mengambil dari para pengepul dengan konsekuensi hasil
slondok dan puyur tawarnya disetor kepada pengepul tersebut. Untuk teknik
pengolahannya bisa diceritakan sebagai berikut : Pertama ketela dikupas,
pengupasan menggunakan alat seperti pisau kerok, kemudian ketela yang telah
dikupas dicuci bersih, selanjutnya ketela diparut. Hasil parutan ketela
kemudian dibungkus karung dan dipres untuk dihilangkan kadar airnya, setelah
itu langkah selanjutnya adalah menepungkan atau membuat tepung dari parutan
ketela yang telah dipres tersebut, sambil dibersihkan sontrotnya ( urat-urat
kayu ketela ), kemudian dikukus dengan kukusan bamboo berbentuk kerucut,
biasanya sekali kukus ada 6 tungku. Setelah dikukus langsung panas-panas
dimasukkan dalam mesin penggiling berbentuk seperti getuk (untuk pembuatan
puyur), kemudian hasilnya akan berbentuk lonjoran bulat dan setelah 2 – 3 hari
baru bisa dipotong selanjutnya di jemur. Sedangkan untuk pembuatan slondok
perbedaannya adalah setelah dikukus kemudian ditumplek masih dalam bentuk bucu,
kemudian setelah 2 – 3 hari dipotong menjadi lonjoran-lonjoran persegi empat
selanjutnya dipotong panjang-panjang kemudian dijemur. Setelah kering oleh
pengrajin slondok tawar dibawa ke pembumbu atau pengepul. Selanjutnya oleh
pengepul slondok puyur dibumbui dengan cara 1 kwintal slondok puyur dicampur
bumbu, yaitu cabe, garam dan gula. Untuk 1 kwintal slondok puyur dibutuhkan 1
kg glutamate dan 4 kg gula. Selanjutnya slondok puyur dikeringkan lagi beberapa
saat dan terakhir dikemas dalam plastic sesuai kebutuhan, yaitu ada yang ½ kg,
ada yang 5 Kg. Rata –rata setiap perajin dalam satu bulan membuat slondok puyur
3 kali. Setiap memproduksi kapasitasnya 4 – 5 ton, sehingga dalam satu bulannya
mampu berproduksi sekitar 12 – 15 ton.
- Sumber permodalan
Untuk permodalan, rupanya
pengrajin slondok puyur dan pembumbu tidak mendapatkan kesulitan, karena
pemerintah Kabupaten Magelang memfasilitasi
peminjaman melalui Bank Pasar dengan jasa Cuma 0,8% per bulan. H Heri
salah seorang pengepul atau pembumbu mengaku mendapat pinjaman sampai dengan
Rp.300 juta rupiah.
- Pemasaran produk
Slondok puyur sudah
sangat terkenal baik di sekitar Grabag maupun daerah lainnya. Dipasar-pasar
tradisional banyak dijumpai penjual slondok puyur mentah maupun mateng. Khusus
untuk d sentra produksi slondok puyur, hanya menjual slondok puyur mentah,
dalam kemasan ½ kg dan 5 kg, tetapi kemasan ½ kg pun tetap dikemas 5 kg,
artinya apabila kita ingin membeli di sentra slondok puyur di Desa sumurarum
minimal harus 5 kg. banyak pengepul yang sudah bekerja sama dengan pabrikan di
Jakarta dan Bandung. Disana slondok puyur tersebut digoreng dan dikemas lagi
menjadi snack dengan aneka rasa. Harga per kilogramnya dilokasi berkisar antara
Rp.8.000 – Rp.10.000. Para pabrikan mengambil sendiri ke sentra produksi. Bila
terpaksa harus kirim maka biaya ditambah dengan transportasi ongkos kirim. Bagi
yang ingin bermitra memasarkan slondok puyur masih sangat terbuka lebar setiap
saat bisa dilayani di Desa sumurarum dengan syarat pembayarannya cash.
- Hambatan dan kendala dalam melaksanakan usaha
Hambatan dan kendala
dalam melaksanakan usaha pastilah ada, tetapi karena usaha puyur slondok ini
sudah menjadi pekerjaan mencari nafkah, tentulah setiap hambatan dan kendala
segera berusaha diatasi. Hambatan-hambatan yang dirasakan oleh pengrajin antara
lain :
1. Bahan
baku ketela, merupakan bahan baku utama, apabila kebetulan mendapati ketela
yang tidak medok, menyebabkan hasil produksinya tidak baik, bahkan bisa
menyebabkan gagal produksi, untuk hal tersebut pengrajin ketela tidak
sembarangan membeli ketela, tetapi kepada orang-orang yang yang benar-benar
sudah terbiasa mengirim ketela.
2. Karena
produksi ini sangat tergantung kepada
matahari dalam pengeringan maka apabila musim hujan, menyebabkan pengeringan
lebih lama dan hasilnyapun kurang sebagus kalau cuaca terang. Meskipun sudah
dibantu open oleh Dinas Perindustrian, tetap saja pengeringan dengan matahari
yang paling bagus.
3. Dalam
permodalan tidak ada hambatan yang berarti karena sudah ada Bank Pasar yang
membantu member pinjaman.
4. Dalam
pemasaran untuk pengepul-pengepul besar lebih senang bekerja sama dengan
pabrikan. Hal ini disebabkan pabrikan lebih konsisten dalam pembayaran
dibandingkan dengan para bakul pasar. Pengalaman para bakul pernah mengambil
satu kali dua kali dibayar tetapi yang tiga, empat lima kali berikutnya nunggak
bahkan kabur.
5. Untuk
pengelolaan limbah produksi belum ada penanganan yang menambah nilai ekonomis.
Limbah produksi yang utama adalah kulit ketela selama ini hanya diambil oleh
tetangga desa untuk pakan ternak, tanpa harus membayar. Hal ini karena sudah
ada yang mengambil saja sudah senang ikut membantu membersihkan atau membuang
kulit ketela. Sedangkan limbah lainnya adalah air yang keluar pada saat ketela
parutan dipres. Padahal air tersebut sedikit banyak masih mengandung pati
ketela. Tetapi selama ini pengrajin belum bisa mengolahnya.
- Analisis Usaha Slondok Puyur :
Keuntungan Pengrajin Produksi Slondok tawar per 100 Kg Ketela :
1. Harga
singkong/kg Rp.1.200 x 100 Kg Rp.
120.000
2. Bumbu
Campuran garam dll Rp. 15.000
3. Bahan
baku kayu Rp. 7.500
4. Tenaga
kerja global Rp. 20.000
5. Plastik
dll dihitung Rp. 2.500
Jumlah biaya produksi Rp.
165.000
Hasil produksi 25 kg
dengan harga jual @7000 Rp. 175.000
Keuntungan hasil
produksi 25 kg slondok Rp. 10.000
Hasil usaha per 1 kg Rp. 400
Hasil usaha per satu ton
sebanyak 250 kg Rp. 100.000
Keuntungan
Pembumbu / Pengepul
- Harga Bahan Slondok tawar 25 kg slondok Rp. 175.000
- Bumbu 1 dalam 1 resep per 25 kg slondok Rp. 15.000
- Plastik kemasan ½ kg Rp. 10.000
- Bahan bakar Rp. 500
- Plastik dll dihitung Rp. 2.500
- Listrik Rp. 250
- Tenaga kerja 2 orang Rp. 5.000
- Biaya lain-lain termasuk komunikasi/transportasi Rp. 200
Jumlah Rp.
208.450
Harga jual di pasar
Rp.10.000 x 25 Kg Rp.
250.000
HPP Rp.
208.450
Keuntungan per kg Rp. 1.662
Hasil usaha per satu ton
ketela/ sebanyak 250 kg slondok Rp. 41.550